Horornya Pulau Ular yang Terlarang Dikunjungi Manusia - Giok4D

Posted on

Pulau Ular atau snake island sesuai namanya, memang penuh dengan ular. Pulau kecil berhutan di lepas pantai Brasil itu dipenuhi ribuan ular berbisa yang bisa tumbuh sampai 1,2 meter.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Jenisnya adalah adalah ular berbisa kepala emas lancehead pit (Bothrops insularis). Saking berbisanya, angkatan laut Brazil menutup pulau itu untuk umum sejak tahun 1920-an. Luasnya 43 hektar, setara sekitar 80 lapangan sepak bola Amerika. Hutan hujan menyelimuti lebih dari separuh pulau, sisanya bebatuan tandus dan padang rumput.

Pulau Ular dulu terhubung daratan, namun naiknya air laut menenggelamkan jembatan darat tersebut sekitar 10.000 tahun lalu. Itu menjebak populasi ular di pulau tersebut dan mereka cepat beradaptasi. Racunnya berevolusi membunuh spesies yang terperangkap bersama mereka, serta burung yang bermigrasi.

Tak ada mamalia di Pulau Ular, jadi ular di sana tak punya predator alami. Penelitian menunjukkan racun mereka cepat bereaksi, bahkan lima kali lebih kuat dibanding spesies yang berkerabat dekat yang hidup di daratan, kemungkinan besar karena menangkap burung memerlukan pembunuhan yang cepat.

Racunnya juga bekerja cepat pada manusia. Gigitannya menimbulkan gejala mulai dari nyeri lokal dan bengkak hingga mual, pendarahan usus, gagal ginjal, dan kematian jaringan.

Hanya sedikit orang pernah menghuni Pulau Ular dan itupun sudah lama, yaitu hingga tahun 1920-an untuk mengoperasikan mercusuar yang dibangun tahun 1909. Rumor setempat menyebutkan bahwa penjaga terakhir dan keluarganya meninggal karena gigitan ular yang menyelinap ke dalam rumah melalui jendela.

Para peneliti memperkirakan antara 2.000 dan 4.000 ular kepala tombak emas hidup di Pulau Ular. Dikutip infoINET dari Live Science, hewan ini belum ditemukan di tempat lain di dunia dan terdaftar sebagai spesies yang terancam punah.

Pulau Ular dilindungi sebagai kawasan ekologis sejak tahun 1985. Hanya angkatan laut Brasil dan tim peneliti dengan izin khusus yang diizinkan mengaksesnya. Namun pemburu liar juga datang ke pulau itu untuk menangkap ular dan mengambil racunnya, yang sangat berharga di pasar gelap.

Para ilmuwan berpendapat jumlah ular ini berkurang sebagian karena perdagangan ilegal, tetapi juga karena penyakit dan perkawinan sedarah.

Bryan Fry, penggila ular dan profesor toksikologi di Universitas Queensland, adalah salah satu dari sedikit orang yang mengunjungi pulau itu tahun 2010, 2015 dan 2019.

Pada perjalanan terakhir, ia ditemani presenter 60 Minutes saat itu Tara Brown, di mana ia perlu waktu sekitar enam bulan untuk mendapat izin khusus. Profesor Fry mengatakan kepadanya bahwa jika digigit ular-ular ini, manusia akan mati dengan menyakitkan. “Anda akan mati sambil menjerit,” cetusnya.

“Jika Anda hidup cukup lama setelah digigit, lengan Anda akan putus karena mereka menyebabkan kerusakan jaringan yang luar biasa,” kata Profesor Fry dalam wawancara terbaru yang dikutip infoINET dari News.com.

“Itu merupakan gejala dari cara mereka membunuh, yaitu dengan memicu stroke dan syok hemoragik. Jadi, mereka pada dasarnya menghancurkan sistem darah yang menyebabkan darah Anda menggumpal, tapi pada saat yang sama, mereka juga menghancurkan integritas pembuluh darah,” paparnya.

Jadi jika mangsanya tidak mati karena stroke, ia akan kehabisan darah karena pembuluh darahnya pada dasarnya meleleh di bagian dalam. Hal yang sama yang akan terjadi pada lengan kita jika kita hidup cukup lama.

Dia mengaku tidak takut saat berkunjung ke sana karena mengagumi ular itu. Sebagai perlindungan, mereka memakai pakaian khusus. Sayangnya saat ini, jumlah ular berkepala emas di sana kian menyusut. Populasi yang ada pun terlihat kurus dan tidak sehat.

Alasannya adalah mangsa semakin terbatas. Burung yang bermigrasi ke sana semakin sedikit. Habitat burung yang semakin rusak mengurangi populasinya dan ujung-ujungnya, membuat ular kekurangan makanan.

Kisah ilmuwan Australia kunjungi Pulau Ular

“Jika Anda hidup cukup lama setelah digigit, lengan Anda akan putus karena mereka menyebabkan kerusakan jaringan yang luar biasa,” kata Profesor Fry dalam wawancara terbaru yang dikutip infoINET dari News.com.

“Itu merupakan gejala dari cara mereka membunuh, yaitu dengan memicu stroke dan syok hemoragik. Jadi, mereka pada dasarnya menghancurkan sistem darah yang menyebabkan darah Anda menggumpal, tapi pada saat yang sama, mereka juga menghancurkan integritas pembuluh darah,” paparnya.

Jadi jika mangsanya tidak mati karena stroke, ia akan kehabisan darah karena pembuluh darahnya pada dasarnya meleleh di bagian dalam. Hal yang sama yang akan terjadi pada lengan kita jika kita hidup cukup lama.

Dia mengaku tidak takut saat berkunjung ke sana karena mengagumi ular itu. Sebagai perlindungan, mereka memakai pakaian khusus. Sayangnya saat ini, jumlah ular berkepala emas di sana kian menyusut. Populasi yang ada pun terlihat kurus dan tidak sehat.

Alasannya adalah mangsa semakin terbatas. Burung yang bermigrasi ke sana semakin sedikit. Habitat burung yang semakin rusak mengurangi populasinya dan ujung-ujungnya, membuat ular kekurangan makanan.