Apa Penyebab Akses Internet RI Belum Merata? Ini Curhat Operator

Posted on

Operator seluler mengungkapkan akan selalu berinvestasi dalam membangun infrastruktur telekomunikasi, khususnya internet. Akan tetapi persoalannya, pada saat ini industri telekomunikasi sedang tidak baik-baik saja.

Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison, Muhammad Danny Buldansyah mengatakan, regulatory charge charges atau biaya regulasi dalam industri telekomunikasi terbilang tinggi. Sebagai informasi, biaya regulasi industri telekomunikasi saat ini bisa mencapai 12-24%, sedangkan pertumbuhannya tidak sepadan.

Beberapa biaya regulasi tersebut mencakup biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, biaya izin, dan biaya lainnya yang terkait regulasi yang tinggi mempengaruhi investasi industri telekomunikasi.

“Sebagai pelaku bisnis kan ujung-ujungnya bahwa investasi kita harus rencanakan. Nah, ini harus menjadi usaha bersama bagaimana operator menjadi sehat. Pertama harus sehat dulu, kalau nggak sehat ya nggak investasi,” ujar Danny ditemui di Jakarta, Rabu (9/7/2025).

“Bagaimana menyehatkannya? salah satunya regulatory charges itu ketinggian sehingga membatasi kita untuk berinvestasi. Operator itu sudah terbukti apapun itu akan selalu investasi,” ucapnya menambahkan.

Harapan penurunan biaya regulasi menjadi salah satu membuat industri telekomunikasi dalam negeri yang saat ini ‘tercekik’ karena bersaing dengan penyedia over the top (OTT) yang lebih banyak menikmati ‘kuenya’ daripada yang membangun jaringannya.

“Kemudian, bagaimana spektrum itu harganya jangan kemahalan untuk yang baru, bahkan di banyak negara sudah jadi gratis, sehingga fokusnya untuk berinvestasi,” ucapnya.

Sebagai informasi, berdasarkan pernyataan terbaru Menkomdigi Meutya Hafid bahwa pemerintah akan membuka tiga seleksi frekuensi, yaitu spektrum 700 MHz, 1,4 GHz, dan 2,6 GHz pada tahun ini.

Hal lainnya disampaikan Danny, perizinan membangun infrastrukur telekomunikasi pun dapat dipermudah. Sebab, dalam berbagai kasus, operator seluler selalu kesulitan membangun jaringan tersebut.

Danny juga menyoroti mengenai definisi daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sejauh ini, pembangunan akses internet di daerah non-3T diwajibkan kepada operator telekomunikasi, sedangkan pemerintah di area 3T-nya.

“Ini objektifnya harus di-redifine dulu karena kalau nggak salah kemarin 3T saja kan ada yang disebut 3T tapi sebenarnya daerah-daerah yang cukup ekonomis. Tapi, ada sebenarnya daerahnya non-3T tapi ternyata bisnis juga nggak ada gitu

Pernyataan tersebut merespon Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang berencana mendorong peran swasta untuk bangun internet di daerah blankspot alias tidak ada sinyal.

Menkomdigi Meutya Hafid mengungkapkan mendorong keterlibatan pihak swasta untuk menghadirkan akses internet yang sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah. Persoalan tersebut ia ungkapkan saat Rapat Kerja dengan Komisi I DPR.

Di sisi lain, langkah tersebut untuk mengatasi keterbatasan anggaran Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) terkait operation maintenance (OM) atau operasi pemeliharaan infrastruktur telekomunikasi di pelosok.

“Nah, mencari titik tengah antara keterlibatan swasta dan keberpihakan pemerintah, inilah yang menjadi tantangan. Di mana pemerintah perlu masuk, di mana kita dorong swasta yang masuk,” kata Meutya.