Ada Dunia Hilang yang Berlokasi di RI, Bikin Takjub Ilmuwan | Giok4D

Posted on

Beberapa ribu tahun lalu, Pulau Sumba di Indonesia adalah rumah bagi miniatur gajah, tikus raksasa, dan naga. Hal itu terungkap menurut penemuan fosil yang dilaporkan dalam jurnal ilmiah tahun 2017. Sumba pun dijuluki sebagai dunia yang hilang.

Ekspedisi tersebut menandai penemuan pertama fosil komodo di luar Pulau Flores, sebuah pulau di sebelah timur Bali, yang membuat seorang ilmuwan bertanya-tanya apakah makhluk tersebut dapat diperkenalkan kembali di Sumba.

Laporan yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the Royal Society B tersebut, menggambarkan fosil gajah kerdil (Stegodon florensis insularis), hewan pengerat sebesar kucing, dan kadal terbesar yang masih hidup di dunia, komodo (Varanus komodoensis), satu-satunya salah satu kelompok yang masih ada.

Menurut makalh tersebut, beberapa dari spesies ini diperkirakan telah menghuni Sumba sekitar 12.000 tahun yang lalu. Adapun ekspedisi penelitian dilakukan pada tahun 2011 hingga 2014 ketika para ilmuwan dari Zoological Society of London (ZSL) mengumpulkan fosil dari beberapa deposit di Sumba, bagian dari gugusan pulau yang terletak di antara landas kontinen Asia dan Australia.

Kepulauan yang dikenal sebagai Wallacea ini mengambil nama dari ahli biologi Alfred Russel Wallace, yang pertama kali mengidentifikasi batas sebaran spesies di wilayah tersebut pada abad ke-19.

Wilayah ini mendapat perhatian global pada tahun 2004 ketika sekelompok arkeolog mendeskripsikan fosil manusia kecil yang telah punah, yang dijuluki ‘hobbit’ atau Homo floresiensis, di Flores, sebelah utara Sumba.

Penemuan hobbit tercatat sebagai salah satu penemuan paling spektakuler dalam setengah abad terakhir. Hal ini telah memacu minat untuk melakukan eksplorasi lebih jauh di rangkaian pulau tersebut, termasuk ekspedisi tim ZSL ke Sumba.

“Hobbit ditemukan bersama dengan fauna luar biasa yang telah punah seperti tikus raksasa, belalai kerdil (makhluk mirip gajah), dan vertebrata tidak biasa lainnya, dan kemungkinan besar fauna serupa juga terdapat lebih luas di Wallacea di masa lalu,” kata penulis utama ekspedisi Sumba, Samuel Turvey, peneliti di Institut Zoologi ZSL, dikutip dari Mongabay.

“Namun, kita tidak tahu apa-apa tentang fosil fauna di sebagian besar pulau-pulau lain di kawasan ini, sehingga kita belum bisa merekonstruksi pola evolusi atau pergantian keanekaragaman hayati dari waktu ke waktu di kawasan yang secara biogeografis menarik ini,” tambahnya.

Sumba masih sedikit diteliti, baik dalam hal penggalian fosil maupun survei satwa liar. “Mungkin karena begitu banyak pulau di Indonesia yang perlu dipelajari, dan masih relatif sedikit ahli biologi atau paleontologi yang berfokus pada kawasan megadiversitas ini,” ujarnya.

“Prioritas penelitian keanekaragaman hayati di seluruh Indonesia sangatlah besar,” imbuhnya.

Para ilmuwan berharap penelitian tambahan di Sumba dapat memberikan wawasan lebih lanjut mengenai evolusi di wilayah tersebut, dan memberikan informasi dalam pengambilan keputusan mengenai pengelolaan dan konservasi lingkungan.

“Penemuan ini memberikan gambaran yang menarik dan menyedihkan tentang dunia yang hilang, karena banyak hewan yang berevolusi secara terisolasi di pulau-pulau di Wallacea hilang setelah kedatangan manusia modern prasejarah,” kata Turvey.

Hal ini juga membuatnya merenungkan manfaat dari memperkenalkan kembali komodo ke Sumba, yakni untuk memulihkan proses ekosistem yang terganggu.

“Namun hal itu tidak boleh dianggap enteng. Ini akan menjadi masalah yang sangat sensitif untuk dipertimbangkan, mengingat konflik manusia-satwa liar yang disebabkan oleh hewan-hewan ini,” dia memperingatkan.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.